PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
Sekitar Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
SOFTSKILL
Dosen Bp. Sri Waluyo
Nama : Binsar Wilman Tua
Npm : 31110417 Kelas : 2 DB 23
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
& karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Serta tak lupa
saya ucapkan terima kasih banyak atas dukungan dari keluarga serta bimbingan
dari dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Bp. Sri Waluyo.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Pendidikan Kewarganegaraan dan
menambah wawasan dalam kewarganegaraan.
Dengan kerja keras dan dukungan
berbagai pihak dalam penyusunan makalah saya telah berusaha untuk dapat
memberikan serta mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin dan sesuai dengan
harapan, walaupun didalam pembuatannya saya menghadapi berbagai kesulitan karna
keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki.
Saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya khususnya kepada Bapak Sri Waluyo selaku dosen pembimbing
Pendidikan Kewarganegaraan. Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan
penulisan ilmiah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran
& kritik yang membangun sangat saya butuhkan untuk dapat menyempurnakannya
di masa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan teman-teman maupun pihak lain yang berkepentingan.
Bekasi, 01 April 2012
Hormat
Saya,
Penulis
Binsar
Wilman Tua
COPERJUDUL………………………………………………..1
KATA PENGANTAR...……………………………………….2
DAFTAR
ISI...…………………………………………………3
BAB
I…...………………………………………………………4
Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Tujuan Negara
FUNGSI NEGARA
Teori – teori tentang
tujuan Negara…………………………..5
Teori Kekuasaan
Negara…………………………………….5-6
Teori Perdamaian
dunia………………………………………..7
Teori Jaminan ata hak
dan kebebasan…………...…………...7
Teori Welfare State
(Negara kesejahteraan)………..………..7
Tujuan negara menurut
paham sosialis……...………………..8
Tujuan Negara menurut
paham kapitalis……………...……...8
Beberapa teori dan
pendapat tentang fungsi Negara………...8
Tujuan Negara
kesatuan republik Indonesia dalam pembukaan UUD
1945……………………………………………………………………..9
BAB II
Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).…9 Pembahasan Pancasila Dalam UU………………………..10-15 Tujuan pembuatan makalah…………………………………..16 Analisa permasalahan…………………………………....…….17
BAB
IV
Penutup……………………………………………...………….17 Kesimpulan……………………………………………...……...17 Saran……………………………………………..……………..17 Referensi………………………………..………………………18
Bab I
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan
(nasionalisme)
oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Keberadaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi
tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan
kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan Negara
Setiap negara di dunia mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai
dengan Undang–Undang Dasarnya. Tujuan masing–masing negara sangat dipengaruhi
oleh tata nilai sosial, kondisi geografis, sejarah pembentukannya serta
pengaruh politik dari penguasa negara.
Secara umum, tujuan negara antara lain :
-
Memperluas kekuasaan
semata
-
Menyelenggarakan
ketertiban umum
-
Mencapai
kesejahteraan umum
-
Penyusunan negara dan
pengendalian alat perlengkapan negara.
-
Pengatur kehidupan
rakyatnya.
-
Pengarah segala
aktivitas–aktivitas negara.
Fungsi Negara
Setiap negara pasti menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak, antara lain:
1. Melaksanakan penertiban (Law and order)
: untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan–bentrokan dalam
masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dalam fungsi ini negara
dapat dikatakan sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan : fungsi ini sangat diperlukan untuk
menjamin tegaknya kedaulatan negara dan mengantisipasi kemungkinan adanya
serangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa (negara). Untuk itu
negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan : fungsi ini dilaksanakan melalui
lembaga peradilan.
Keseluruhan fungsi
negara tersebut di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan bersama. Fungsi negara dapat juga
diartikan sebagai tugas organisasi negara.
Secara umum tugas negara meliputi :
1. Tugas Essensial
adalah mempertahankan negara sebagai organisasi politik yang berdaulat,
meliputi : (a). Tugas internal negara yaitu memelihara ketertiban,
ketentraman, keamanan, perdamaian dalam negara serta melindungi hak setiap
orang; dan (b). Tugas eksternal yaitu mempertahankan
kemerdekaan/kedaulatan negara.
2. Tugas Fakultatif
adalah menyelenggarakan dan memperbesar kesejahteraan umum.
Teori – teori tentang tujuan negara :
1. Teori Kekuasaan Negara.
a). Shang Yang.
Menurt Shang Yang (
Lord Shang ) dalam bukunya “ A classic of the Chinnese of Law”, yang menjadi
tujuan negara adalah menciptakan kekuasaan yang sebesar–besarnya bagi negara
dan tujuan itu dapat dicapai dengan cara menyiapkan militer yang kuat,
berdisiplin dan siap sedia menghadapi segala kemungkinan. Di dalam negara
terdapat dua subjek yang selalu berhadapan dan bertentangan yaitu Pemerintah
dan Rakyat, apabila yang satu kuat yang lainnya lemah. Dan sebaiknya
Pemrintahlah yang lebih kuat dari rakyat agar tidak terjadi kekacauan dan
anarkhis, oleh sebab itu Pemerintah harus berusaha lebih kuat dari rakyat. Agar
negara menjadi kuat maka rakyat harus dilemahkan dengan cara diperbodoh dan
dimiskinkan. Negara akan mengalami keruntuhan dan raja tidak dapat menggerakkan
rakyat untuk berjuang apabila di dalam negara terdapat sepuluh hal yang jahat
(ten evils) seperti : Adat, Musik, Nyanyian, Riwayat, Kebaikan, Kesusilaan,
Kejujuran, Sofisme, Hormat pada orang tua, dan Kewajiban persaudaraan. Oleh
sebab itu kebudayaan rakyat harus dikorbankan demi kepentingan negara.
b). Niccolo Machiavelli.
Dalam bukunya yang
berjudul “Il Princepe”, Machiavelli menyatakan bahwa negara adalah organisasi
kekuasaan saja dan pemerintah sebagai teknik memupuk dan menggunakan kekuasaan.
Tujuan negara adalah menciptakan kekuasaan belaka dan kekuasaan itu hanyalah
alat belaka untuk mencapai kebesaran dan kehormatan bangsa yang merupakan
tujuan negara yang sebenarnya. Untuk mewujudkan tujuan yang mulia itu,
Pemerintah (raja) dalam berindak harus tampil cerdik seperti kancil, ganas,
keras, berani seperti singa dan tidak perlu mengindahkan etika, moral,
kesusilaan maupun agama dan bila perlu bersikap licik.
Apabila kita
bandingkan tujuan negara menurut pendapat Machiavelli dengan Shang Yang terdapat
persamaan dan perbedaannnya.
Persamaannya :
1.
Dilatarbelakangi
keadaan yang sama yaitu negara dilanda kekacauan.
2.
Tujuan negara adalah
untuk menghimpun kekuasaan.
3.
Berorientasi untuk
kepentingan negara.
2Perbedaannya :
2. Teori Perdamaian dunia
Menurut Dante
Alleghiere dalam bukunya “Die Monarchia” menyatakan bahwa tujuan negara adalah menciptakan
perdamaian dunia dengan jalan menciptakan :
1.
Undang–Undang yang
seragam bagi seluruh manusia.
2.
Imperium dunia (semua
negara harus melebur menjadi satu negara) di bawah kekuasaan seorang Raja
(Monarch), sebab selama di dunia masih ada berbagai negara merdeka maka
perdamaian dan ketentraman tidak akan terwujud.
3. Teori Jaminan ata hak dan kebebasan
a). Immanuel Kant :
Dalam teori negara
hukum yang diajarkan, Kant menyatakn bahwa tujuan negara menjamin dan
melindungi hak dan kebebasan warga negaranya dengan jalan memelihara ketertiban
hukum dan diadakan pemisahan kekuasaan yang meliputi kekuasaan pembuat,
pelaksana dan pengawas hukum (potestas legislatora, rectoria et judicaria).
b). Hugo Krabbe :
Tujuan negara adalah
menyelenggarakan ketertiban hukum berdasar dan berpedoman pada hukum agar hak
rakyat dapat dijamin sepenuhnya.
4. Teori Welfare State (Negara kesejahteraan)
Tujuan negara adalah
bukan sekedar memelihara ketertiban hukum saja tetapi juga secara aktif
mengupayakan kesejahteraan warga negaranya. Teori ini dikemukakan oleh Kranenburg
dan Utrecht.
5. Tujuan negara menurut paham sosialis
Memberikan
kebahagiaan yang sebesar–besarnya dan merata bagi setiap orang. Kebahagian akan
terwujud jika setiap manusia mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang layak
untuk kehidupannya dan dijaminnya hak–hak mereka yang semuanya harus diatur
dalam undang–undang. Keadilan sosial dapat tercapai dengan jalan mengembangkan
perekonomian kekeluargaan dibawah pimpinan negara. Tokoh penganjurnya adalah
Karl Marx, Louis Blanc
6. Tujuan negara menurut paham Kapitalis
Tujuan negara adalah
mewujudkan kesejahteraan/kebahagiaan semua orang dengan cara setiap orang
diberi kebebasan berkompetisi dalam usaha mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaannya secara perseorangan. Dengan demikian kesejahteraan /kebahagiaan
akan terwujud dengan kemerdekaan dan kebebasan individu. Penganut teori ini
adalah Adam Smith, Jeremy Bentham dan Herbert Spencer.
7. Teori Facisme
Tujuan negara adalah
imperium dunia yaitu mempersatukan semua bangsa di dunia menjadi satu tenaga
atau kekuatan bersama.
Beberapa teori dan pendapat tentang fungsi negara :
1. Individualisme/ Liberalisme : menjaga keamanan dan
ketertiban agar hak dan kebebasan individu terjamin.
2. Negara hukum murni : menjaga dan menciptakan keamanan
dan ketertiban.
3. Welfare state : tidak hanya menciptakan ketertiban
saja tetapi secara aktif mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
4. Komunisme : mebagai alat penindas/pemaksa dari kelas
ekonomi yang kuat terhadap kelas lainnya yang lebih lemah.
5. Anarkhisme : mewujudkan masyarakat yang bebas tanpa
organisasi paksaan. Kaum anarkhis tidak memerlukan negara dan pemerintah,
sehingga fungsi negara dan pemerintah dilaksanakan oleh kelompok yang dibentuk
secara sukarela tanpa alat paksaan, polisi, hukum serta pengadilan.
6. Charles E Merriam : ada 5 yaitu keamanan ekstern,
ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum dan kebebasan.
7. John Locke : (a). fungsi legeslatif (membuat
undang-undang); (b). fungsi eksekuitf (melaksanakan undang-undang); dan (c).
fungsi federatif (melaksanakan hubungan luar negeri).
8. Montesquieu : fungsi legeslatif, eksekutif dan
yudikatif (mengawasi pelaksanaan undang-undang atau mengadili).
9. Van Vollenhoven : (a) regeling (membuat peraturan);
(b). bestuur (menjalankan pemerintahan); (c). rechtspraak (mengadili); dan (d).
politie (ketertiban dan keamanan).
10.
Dr. Stellinga : ada 5
fungsi yaitu legeslatif, eksekutif, yudikatif, polisi dan kejaksaan
(penuntut umum terhadap pelanggar hukum)
11.
Moh. Kusnardi, SH : (a).
melaksanakan ketertiban (law and order); dan (b). mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
12.
Goodnow : (a).
policy making yaitu membuat kebijakan negara; dan (b). policy executing yaitu
melaksanakan kebijakan yang sudah ditentukan.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
Pembukaan UUD 1945
Tujuan negara
kesatuan Republik Indonesia dirumuskan dalam sidang periode II BPUPKI (10 – 16
Juli 1945) dan tujuan tersebut disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea IV yang meluputi :
1. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia
2. memajukan kesejahteraan umum
3. mencerdaskan kehidupan bangsa
4. ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BAB II
Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pancasila di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja memiliki makna strategis dan
fundamelntal sebagai common denominator, sebagai way of life atau weltanschaung
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Bahkan lebih dari pada itu,
dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip hukum yang merupakan sumber
nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum lainnya yang berlaku di
Indonesia.
Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari
keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi
pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai
fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang
tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan
hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan
budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling
menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan
Notonagoro , menerangkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis,
Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya
azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah
naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur
lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur
universal dalam setiap agama.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita. Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan diamalkannya Pancasila.
Pembahasan Pancasila Dalam UU
Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang berlaku di Indonesia.
Selama ini terdapat berbagai macam
ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, diatur secara tumpang
tindih baik peraturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat
setelah Indonesia merdeka, yaitu:
1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847: 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta. 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal. 4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah; b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara, dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara; c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia; d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang; e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden. 5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah. Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu. Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis. Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional, Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita. Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat. Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, selalu mengalami polemik-polemik dalam permasalahan hukum misalnya mengenai Perda-Perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang disampaikan 56 anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-perda yang ditengarai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu. Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang menetapkannya. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang penduduknya tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT, Sulawesi Utara, Papua, dan seterusnya. Bahkan, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari NKRI. . Tidak mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya sangat majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan golongan. Munculnya berbagai peraturan daerah yang secara substansial bertumpang tindih dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sistim kodifikasi hukum publik nasional semakin menghambat penerapan sistim hukum nasional dan merusak instrument penegakan hukum dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-hal yang bersifat ideologis. Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan dalam penegakan hukum telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan terhadap hukum dan aparat hukum, terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan atau tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan, keresahan dan hilangnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa pengabdian di kalangan serta institusi penegak hukum menimbulkan kekuatiran yang mendalam akan semakin sulitnya mewujudkan supremasi hukum di Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum. Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa kebangsaan dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional yang berbasis pada nilai-nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa Indonesia. Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan hukum-hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia. Apakah hal-hal yang bersifat ideolgis ataukah hal-hal yang bersifat konkret? Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau benar-benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan prinsip ini. Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke depan.
Pancasila seharusnya disikapi dengan arif
dan kepala dingin, dengan berpikir dan bertindak agar Pancasila tetap sakti dan
lestari sebagai falsafah, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai dasar
dan ideologi negara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan
perjanjian luhur seluruh anak bangsa Indonesia yang sangat majemuk, dan
menghormati serta menjamin hak dan martabat kemanusiaan.
Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : · melengkapi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pancasila · sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila · salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran dan realitas kehidupan warga negara · upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang NKRI dan Pancasila dalam NKRI itu sendiri.
BAB III
Analisa Permasalahan Sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Dan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus bersatu, bersemangat melindungi segenap bangsa dan tumpah darah mempertahankan negara Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan Salah satu peranan Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia.
Pancasila
merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma
bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti undang-undang dasar,
undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan seterusnya. Hal demikian
ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan: “Pancasila
merupakan sumber dari segala hukum”.
Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan kata lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Selain itu Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Saran Untuk menjaga agar Pancasila tetap terpelihara dan lestari, maka harus dilakukan peningkatan pemahaman pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih penting lagi, para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila. Pancasila akan menjadi ideologi yang kuat apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menuju negara aman, damai, tentram, adil, makmur dan sejahtera dalam semua aspek kehidupan terutama dalam penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Referensi
google.com
http://dieks2010.wordpress.com/2010/08/27/pengertian-fungsi-dan-tujuan-negara-kesatuan-republik-indonesia/ http://rachma-taskblog.blogspot.com/2009/05/makalah-pancasila-pancasila-sebagai.html |
Jumat, 30 Maret 2012
Makalah Pendidikan Kewarganegaraan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar